22 oktober 2019
Selamat hari santri, untuk seluruh santri
dimanapun kaliah berada!
Hai,
pasti nggak asing nih dengan hari peringatan ini. Di tanggal 22 Oktober ini.
Jika kalian pernah nyantri, pasti tau doong. Ya, Hari Santri nasional.
Sebenarnya
apa sih yang melatar belakangi dicetuskannya hari santri ini? Kenapa sih sampai
diistimewakan ada tanggal tersendiri untuk memperingatinya?
Sepenting itukah
santri? Sepenting kedudukan orang tua yang juga ada peringatan ‘hari ibu’ dan
‘hari ayah’ kah?
Iyap,
betul banget! Boleh bagi inspirasi nih, ternyata dulu demi kemerdekaan
Indonesia tercinta, nggak lepas juga lho dari perjuangan para santri yang
belajar di pondok pesantren kala itu. Kenalkah sobat dengan adanya ‘Resolusi
Jihad’ ?
Sebuah
perintah jihad bagi kaum muslimin di Indonesia untuk berjuang bersama melawan
penjajah bagi siapapun yang letaknya sudah berada dalam radius 89 km dari titik
penjajahan. Siapakah yang memerintah? Beliaulah K.H. Hasyim Asy’ari. Seorang
kiai kharismatik sejak dahulu hingga sekarang kita mengenalnya sebagai pendiri
organisasi islam besar di Indonesia, dan memiliki pondok pesantren yang
terkenal di Pulau jawa, tepatnya di daerah Jombang, Tebuireng.
Oleh karenanya para santri, yakni murid-murid beliaupun ikut dibelakang beliau untuk
sama-sama berjihad. Dan perjuangan ini pun membuahkan hasil yang nyata.
Menurut
Wikipedia, tentang definisi santri, secara umum adalah sebutan bagi seseorang yang
mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat
tersebut hingga pendidikannya selesai.
Sedangkan gurunda saya, semasa di pesantren pernah mengatakan definisi nya tentang santri
ini. Santri jika dituliskan dengan huruf arab terdiri dari huruf ‘sin’, ‘nun’,
‘ta’, ‘ra’ dan ‘ya’.
1. Huruf ‘sin’ mengandung makna ‘Saafiiq
Al-Khoirr’ artinya selalu ingiin dalam kebaikan
2.
Huruf ‘nun’
mengandung makna , ‘Naa iib Al-‘Ulamaa’, artinya menjadi
penerus/penggantinya dari para Ulamaa’
3.
Huruf ‘ta’
mengandung makna ‘Taarik Al-Ma’ashii’, artinya yang senantiasa
meninggalkan kemaksiatan pada Allah SWT
4.
Huruf ‘ra’
mengandung makna ‘Ridho Allah’, yakni senantiasa mengharap keRidhaannya Allah
SWT
5.
Huruf ‘ya’
mengandung makna ‘Yaaqiin’, yakni senantiasa memiliki sifat kepribadian
yang yakin/ percaya.
Namun dari dua definisi yang dimunculkan, ada
kesamaannya bukan? Jika kita simpulkan yakni, santri adalah mereka yang
mengkaji ilmu agama Islam dengan baik di sebuah pondok pesantren yang nantinya
ilmunya menjadi acuan bagi ummat. Sebagaimana para ulama’.
Santri itu bakalnya ulama’. Tunasnya ulama’.
Jika saat ini banyak hal-hal baru bermunculan yang tidak diketahui hukumnya,
ulama’ dijadikan sebagai acuan dalam menanyakan hukumnya dalam islam. Maka
nantinya, peran ulama’ inilah yang akan digantikan oleh santri. Dimana mereka
sudah pernah mengkaji ilmu Islam lebih mendalam daripada sekolah yang biasa.
Lantas bagaimana nantinya, jika santri saja
tidak mengkaji Islam dengan baik selama di pesantren? Nah, ini nih yang sering
terjadi. Kita sebagai santri tentunya harus paham jati diri kita yang menyandang
‘gelar istimewa’ tersebut. Saat dipesantren kita ditempa dengan banyak kitab,
kajian, islamis, bertemu dengan para Asatidz dan Majelis Kiai, maka disanalah
sejatinya tempat kita meraup’telaga ilmu sebanyak-banyaknya.
Tak
bisa dipungkiri, banyak dari kita yang ketika menjadi santri, terbawa euforia
malas, ikut-ikutan teman. Mencoba hal baru, yang justru membawa pada
pelanggaran aturan. Melakukannya pake dalil’ nanti kalo udah lulus biar ada
kenangan. Jangan mulus aja dong nyantrinya...” hehe iya nggak? Kan saya juga
pernah jadi santri.
Nah justru jika hal demikian nyatanya salah.
Ketika sudah keluar dari pondok pesantren itu bawaannya jadi pengen kembali ke
‘penjara suci’ lagi. Ada perasaan ilmu yang didapat selama ini sia-sia, dan
ketika diluar pondok ditanya tentang suatu hal berkaitan dengan urusan agama,
eh nggak bisa njawab ;). Naah yang kaya gini banyaq yaah.
Tapi justru yang lebih banyak lagi, jika ada
santri yang lama di pondok pesantren, kenal hukum islam, namun selepas keluar
dari pondok pesantrennya, seolah hilang apa yang sudah didapatkannya dari
pondok pesantrennya kemarin.Waah betapa miris melihatnya. Yang paling dekat
saja, kok saat keluar dari pesantren malah lepas kerudungnya? Lalu terlihat
sudah pacaran sama ikhwan.. Jadi kalo pacaran kalangan anak santri itu islami,
selalu diingetin tentang Al Quran dan hukum fiqh, tapi tetap aja ketemu doi,
traktirin doi, tiap hari telpoin, waaa ini tetap haram ya santri2 sholih sholihah.
Sekali haram ya nggak bakal ada embel-embelnya sesuai syariat Allah oke!
Maka dihari santri ini sudah tidak selayaknya
binti nggak patut donngg kalau kita memaknainya hanya sebatas ‘hari raya’nya
santri. Selain perayaan lomba-lomba, pawai, panggung gembira yang diadakan di
pondok pesantren-pondok pesantren juga harus diimbangi dengan semangat santri
dalam semakin giatnya mengkaji Islam lebih dalam lagi. Tidak sekedar mengulang
kesengan euforia saja, tapi meneguhkan peran yang jelas, bahwa santri adalah
yang diharapkan ummat. Santri adalah acuan ummat. Akhlaqnya, ilmunya, teguh
pendiriannya dalam masalah syara’.
Santri, selamanya tetaplah santri. Karena
tidak ada yang namanya mantan santri. Maka, Santri abadi, tetaplah mengaji
Islam tampa kepuasan. Karena Ngaji itu abadi seperti abadinya kata ‘santri.’ Selamat hari Santri!