Judul: Hakikat Berpikir (Attafkir)
Penulis: Taqiyuddin An-nabhani
Penerbit: Pustaka Thariqul Izzah
Tahun Terbit: 1973 M
Tebal: 156 Hlm
Genre: Non Fiksi
.
Juli, 28. 2023
-
Satu-satunya hal yang membedakan manusia dari mahluk Allah paling mulia sekalipun atau mahluk Allah paling hinapun, adalah karena anugrah akal yang dimiliki manusia. Banyak sekali ayat Alquran yang Allah firmankan, lalu disudahi dengan kalimat "jika kalian berpikir", "jika kalian memikirkan", "maka apakah kalian tidak memikirkan" atau berupa "yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal". Kalimat-kalimat itu diulangi berkali-kali dalam firman-Nya.
Kalau kita memperhatikan, ternyata anugrah akal ini punya urgensitas yang luar biasa sampai-sampai Allah notice berkali-kali. Tapi gaya bahasa prasyarat diatas menandakan bahwa sekalipun semua manusia didunia ini lahir dengan karunia akal, tetapi tidak semuanya mau menggunakan akalnya.
Jadi pertanyaannya akal itu apa? Apakah akal itu sama dengan otak? Apakah akal itu di kepala? Apakah akal itu di hati? Kalau akal berbentuk fisik semestinya semua manusia sudah dikatakan berakal dan menggunakan akalnya, but realitanya banyak hal kontradiktif di dunia ini justru membuat kita berpikir "dimana akal sehatnya?" Gitu kan yah :))
Jadi menurut Syaikh Taqiyuddin Annabhani sebagai sang penulis, akal itu adalah sebuah proses mengaitkan (irtibath) antara fakta yang dapat diindera/dirasakan oleh kita, otak yang sehat dan informasi-informasi sebelumnya yang kita miliki tentang fakta tadi (al-ma'lumaat as-saabiqah). Tiga-tiganya wajib ada untuk sebuah komponen berpikir yang merupakan hasil dari adanya akal. Kalo ada fakta, indera sehat, otak aman, tapi gaada informasi, yaaa ngga bisa dipikirin...
Contoh : pagi-pagi buta banget nih, kita keluar rumah. Eh pas udah keluar rumah, malah ngelihat genangan air yang cukup besar di depan gerbang rumah kita. Terus pas lihat daun-daun, ternyata ada tetesan air. Tembok-tembok lembab. Terus pas ngerasain hawa udara nya, rasanya dingin banget. Kira-kira itu apa?
Yapss, kita pasti bakalan bisa nebak kalo semalem baru aja terjadi hujan. Terlepas hujannya deras atau semi gerimis, ya bisa ketebak kalo hujan. Buktinya ada genangan air. Yang lebih meyakinkan lagi, dedaunan basah disertai tetesan air, tembok lembab, dan udara menjadi dingin, itu sih ciri-ciri keadaan setelah hujan. Udah fix pasti habis hujan. Itu alasan paling logis.
Fakta : genangan air yang ada di jalan, dedaunan yang basah, udara yang dingin
Panca indra : mata melihatnya, dan tubuh merasakannya
Otak : sehat
Informasi sebelumnya : sudah tahu fenomena ciri-ciri hujan. Coba kalau kita nggak tau ciri-ciri habis hujan itu kaya gimana, alhasil kita nggak juga bisa menyimpulkan.
Nah tau nggak sih, berpikir itu ada tingkatannya. Menurut Syaikh Taqiyuddin -sebagai penulis- tingkatan berpikir itu ada 3: berpikir dangkal, berpikir mendalam, dan berpikir cemerlang. Apa bedanya?
Sesuai levelnya, berpikir dangkal (al-fikru al-sathhiyyu) adalah proses berpikir manusia yang paling rendah, yang hanya memindahkan fakta yang diindera ke otak lalu mengaitkan dengan informasi yang ada tanpa ada usaha mencari informasi lebih. Sehingga kesimpulan yang dihasilkan ya juga dangkal. Contoh nya yang telah dipaparkan di atas tentang informasi keadaan setelah hujan disimpulkan secara dangkal hanya dengan ciri-ciri habis ada hujan.
Setingkat lebih tinggi adalah berpikir level kedua yakni berpikir mendalam (al-fikru al-'amiiqu), dimana memindahkan fakta yang diindera ke otak lalu dikaitkan dengan informasi awal dan informasi-informasi lainnya yang lebih banyak. Untuk menaikkan level berpikir dangkal ke mendalam tentunya diperlukan ilmu yang banyak sehingga informasi yang disimpan didalam otak semakin kaya. Sehingga intelektual, kaum terpelajar bisa jadi memiliki level berpikir mendalam. Contohnya, jika seseorang sudah dapat menyimpulkan bahwa adanya ciri-ciri tersebut menunjukkan semalam baru terjadi hujan, tidak cukup sampai disitu, dia akan mendetaili, hujannya deras atau tidak, wilayah mana saja yang semalam terkena hujan (wilayah dia saja kah atau hingga satu kota), apakah hujan turun sesuai musimnya atau turun sebelum musimnya. Kemudian muncullah kesimpulan secara mendalam karena telah digali informasi-informasi mendetail terkait peristiwa tersebut.
Level selanjutnya adalah level berpikir cemerlang (al-fikru al-mustaniir) yang merupakan level berpikir paling tinggi. Berpikir cemerlang adalah tidak hanya memindahkan fakta yang diindera ke dalam otak dan mengaitkannya dengan informasi mendetail dan mendalam, tetapi hingga dikaitkan dengan informasi diluar fakta tersebut. Contohnya, ketika seseorang menyimpulkan bahwa ciri-ciri diatas menandakan semalam baru turun hujan, dengan hujan yang deras, yang membasahi seluruh kota yang dihuninya, padahal masih belum masuk musim penghujan. Ini adalah sebuah hal menyalahi hukum alam, karena seharusnya hujan belum turun di musim panas. Lalu siapa yang mengerahkan air laut untuk menguap ditahan awan lalu menurunkan airnya diluar keharusan jadwal turunnya jika bukan sesuatu yang kuasa lebih besar dari alam semesta? Nah jika pemikiran ini sampai pada seseorang, dia akan menemui sebuah keimanan akan Allah. Yang berdampak pada tujuan penciptaannya sehingga mengarungi kehidupan di dunia ini penuh kehati-hatian sebab sadar hanya hamba lemah dari pencipta.
Jika tidak, mungkin ia akan berpikir bahwa hujan adalah hal ghaib supranatural yang patut diagungkan sehingga kedalaman berpikir seseorang menjadikannya menyembah hujan, kayu, matahari, atau makhluk-makhluk lainnya bukan pada pencipta Allah SWT. Inilah urgensitas memahami level berpikir yang sebenarnya bukan hanya dipelajari tapi juga dipraktekkan untuk menyelesaikan problem kehidupan seorang muslim. Ma syaa Allah inilah hakikat berpikir yang dikemukakan Syaikh Taqiyuddin..
Masih banyak jenis kategori berpikir yang ditulis oleh beliau dalam bukunya :
Berpikir tentang kehidupan misalnya, kita akan dituntun untuk mulai memikirkan bagaimana hakikat kehidupan sehingga kita punya persepsi yang benar, dan hidup yang berkualitas. Berpikir memahami teks, kita akan dijelaskan apakah cukup hanya memperkaya diri dengan membaca buku-buku sebanyaknya lalu dapat membangkitkan kehidupan pribadi dan manusia keseluruhan? Hehe ini menarik banget!
Sepanjang baca, aku pribadi banyak tercengangnya, karena ternyata sehebat itu lho karunia akal yang Allah istimewa kan cuma untuk manusia. Karena itu cuma manusia yang Allah kasih ACC☑️ buat menjadi Khalifah (pemimpin) yang memimpin muka bumi ini. Jadi udah seharusnya manusia memaksimalkan akalnya untuk memakmurkan bumi dengan taat kepada Allah dan menjadikan aturan Allah sebagai pemutus segala sesuatu. Melalui buku ini kita akan memahami inilah kenapa jin dan malaikat pun mempertanyakan mengapa bukan mereka yang memimpin bumi. Karena kita punya potensi luar biasa dari Allah.. Semoga kita ngga jadi orang yang malas atau sombong dibumi nya Allah.. aamiin 🥺🤗
Yuk bacaa langsung ☺️
(25 Juni 2023- 28 Juli 2023)
0 comments