Hari gini, ngelarang millenials buat nggak suka sama serba-serbi k-wavers? Halah, santuy aja sist! Mau suka sama idol K-Pop , nontonin drama sampe subuh pun, aman. Udah dapet izin resmi lho dari WaPres, pasalnya bisa ningkatin inovasi dan kreativitas kita! *Nahlo.
Dijaman era revolusi industri 4.0 ini memang tidak dipungkiri berbagai budaya masuk tanpa ada penyaringan ketat. Berbagai pihak bisa saja mengakses apapun dengan privasi tersendiri. Seperti yang baru-baru ini disampaikan oleh wakil presiden RI, Ma'ruf Amin dalam salah satu penyampaiannya, bahwa beliau menyarankan agar generasi muda berkaca pada budaya Korea, terutama dalam bidang industri film (K-drama) dan industri musiknya (K-Pop). Tujuannya adalah agar generasi muda mampu semakin kreatif dan inovatif dengan berkiblat pada kesuksesan Korea Selatan.
Tidak bisa dipungkiri, gelombang budaya Korea Selatan ( K-wave) kini marak masuk ke berbagai lini masyarakat dunia. Warga Indonesia merupakan salah satu yang menerima sasaran ini. Tentunya ini nggak lepas dari sejarah panjang lho!
Setelah Korea berlepas diri dari penjajahan Jepang, yakni ditandai pada tahun 1953, yaitu terpecahnya Korea menjadi dua sisi : Korea Selatan dan Korea Utara, sejak itulah Korea Selatan mulai membangun kekuatan untuk dapat berdikari sendiri, seperti menyuarakan menggunakan produk sendiri, bukan negara lain.
Hasilnya pun mengantarkan Korea Selatan pada sebuah kebangkitan. Tak cukup sampai disitu, demi menghalau pernak-pernik budaya Jepang yang notabenenya lebih dulu masuk ke ''wishlist favorit'' warga Korea, seperti Manga, Anime, dan J-Pop, pemerintah Korea Selatan pun membangun 300 Jurusan Industri Kebudayaan hampir di seluruh universitas yang ada di Korea Selatan, secara beasiswa.
Kebayang kan betapa menggiurkan bagi anak muda Korea Selatan. Mereka pun banyak berkuliah disini, dan hasilnya drastis sekali, yakni ratusan pakar terbentuk secara bersamaan. Wow, ajib!
Tidak mengherankan jika sekarang Korea Selatan tidak hanya menyebarkan budaya kepada internal warganya, lebih dari itu, hari gini, siapa sih yang nggak kenal Korea Selatan! Tak terkecuali muslim pun, ikut menjadi hallyu (sebutan bagi pecinta gelombang Korea) yang bucin akut dengan budaya K-wave. Fenomenanya, mereka rela mengorbankan duit yang nggak sedikit untuk bisa ketemu idol yang dicintainya. Rela membela mati-matian andai ada yang menghina idolnya. Rela dirinya terbelakang demi menyelamatkan idol tercintanya.
Belum sampai totalitas keberadaan hallyu diantara warga Indonesia, yang tidak hanya terdiri dari para anak muda, namun juga masuk sasaran pada ibu-ibu, anak kecil, baik laki-laki dan perempuan, justru alih-alih mengajak kembali pada entitas Indonesia yang mayoritas muslim, oleh pemerintah kita justru disarankan untuk menjadi hallyu, perlu berkaca dan belajar tentang budayanya, alhasil terkesan hendak dilegalkan keberadaan K-wave di negeri tercinta.
Menanggapi hal itu, perlu kita buktikan, layakkah K-Wave menjadi panutan anak bangsa? Satu sisi, keberhasilan industrinya di berbagai bidang yang dikampanyekan ke banyak negara memang bisa diacungi jempol. Namun, fakta mencatat, Bahwa Korea Selatan menjadi peringkat ke-10 dalam hal kasus bunuh diri di dunia, menurut WHO, sebagai Organisasi Kesehatan Dunia. Kasus yang tidak lama terjadi, pada Juli 2020, seorang Wali Kota Seoul, Park Won-Soon, tewas karena bunuh diri.
Sehingga pantas kita berkiblat pada mereka dengan catatan fenomena diatas? Padahal nih, kalo kita melihat identitas asal kita sebagai muslim, sudah sejak lama kita kita punya standar idol yang bisa mempengaruhi identitas kita, tentunya arahnya semakin baik. Yakni kita berkorban untuk beliau, kita akan dapat pahala, bukan sebaliknya, berkorban tapi mendulang dosa.
Beliau adalah Rasulullah, yang hingga akhir menutup mata masih teringat dengan kita ummatnya. Mengikuti Sunnah beliau yakni dari apa yang sudah Allah perintahkan adalah suatu kewajiban. Tentunya mendatangkan pahala. Lelahnya berbuah Jannah.
Atau kita bisa melihat diantaranya para shahabiyyah yang kece badai. Teguh pendirian tidak terima kompromi dan berani tegak untuk kebenaran, dialah Nusaibah binti Ka'ab. Ada yang hafal beribu hadist, cerdas lagi mulia, Aisyah Binti Abu Bakar. Di masa sekitar abad 10, ada Maryam Al Asturlabi, seorang wanita muslim yang menjadi penemu pertama kali alat navigasi yang kini kita sebut sebagai GPS. Tentunya wanita-wanita hebat tadi hanya segelintir yang tertulis, masih banyak sekali shahabiyyah dan ilmuwan muslim yang kece dengan segudang prestasinya, bermanfaat untuk ummat.
Mereka bukan besar dengan budaya bintang idol yang ujung-ujungnya tersiar kabar bunuh diri. Mereka besar dengan memegang Islam sebagai lifestyle alias jalan dan pedoman hidup. So, kalau kamu mau pilih yang mana? Kalo aku, jadi yang berprestasi karena Islam aja deh!.
0 comments