Dis! Fenomena pelecehan seksual yang mulai macem-macem bentuknya ini mulai bikin kita bergidik pilu, sembari membatin "hah! Kok bisa.. nama manusia kelakuan kayak gitu. "
Agaknya sekira tahun lalu, kasus pelecehan seksual mulai ramai di publik, dan satu-persatu kasus nya pun terbongkar.
Sebetulnya, itu bukan pertanda bertahun-tahun lamanya pelecehan seksual tidak marak dan menjamur. Nah tapi, jujurly variasi yang terungkap sampai detik ini betul-betul membuat diri perlu bertanya "Apa dunia ini masih normal?"
Faktanya pelecehan seksual bukan hanya masalah 'perempuan yang dipaksa lelaki'. Bukan juga konsen perzinahan individu. Tapi udah ranah kolektif.
1.
* kasus ini dilakukan oleh tersangka seorang pemilik sekolah di salah satu daerah Jawa Timur yang menggratiskan biaya pendidikan buat anak-anak tidak mampu dan yatim piatu. Kabarnya bahkan kedermawanannya sampai difilmkan dan diperankan artis besar tanah air. Ternyata Mei 2021 kemarin anak didiknya melaporkan sebagai korban PS si pemilik sekolah.
2.
* Kasus yang bermula dari seorang perempuan dan 3 teman lelakinya yang lagi kumpul. And ya terjadilah PS oleh 3 temannya itu.
3.
* Ini kali kedua kasus PS mencuat dari ranah pesantren. Amat sangat disayangkan dan imbas yang besar mencoreng nama institusi pesantren di Indonesia. Tapi fakta yang nggak bisa ditelak akan aku uraikan dibawah.
4.
*Pertama kali lihat ini dari postingan bang Tere. Kaget bin geram bin mengutuk diri. Seorang anak SD yang dibully teman-teman nya dan disuruh menyetubuhi kucing sampai depresi dan meninggal. Astaghfirullah anak lugu yang biasanya masih main2, nyuruh temennya melakukan adegan bukan usianya dengan hewan? Apa yang ia lihat sehari2 sampai pengetahuannya melampau orang dewasa ??
--
Jujur aku menulis topik ini murni dari kesadaran ku sebagai manusia, anak muda, dan muslim yang diperintahkan untuk peduli. I'm speak up.
Coba kalian pahami sebuah fenomena yang terjadi berulang kali dan semakin variatif, tapi tidak menghasilkan hal-hal positif, justru membawa dampak negatif buat masa depan negeri ini.
Lihat siapa yang telah dikorbankan, bukankah perempuan? Padahal merekalah calon ibunya pengubah masa depan. Bukankah santri? Padahal mereka penerus mandat perjuangan para ulama. Bukankah anak kecil yang masih dalam pendidikan orangtuanya, anak kecil yang lugu, yang polos, yang lucu, yang berada dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan layak untuk menciptakan masa depan. Mereka harus menerima resiko jadi korban. Belum lagi yang berjuang meraih kesempatan pendidikan (walau seharusnya itu hak cuma-cuma setiap anak) , ternyata menelan pil pahit sebagai korban dari "yang memberi kebaikan" pada mereka.
Ini hanya serangkum peristiwa aneka ragam yang terjadi hingga Juli 2022. Tak bisa dibayangkan waktu-waktu kedepan ketika dunia berubah dan kejadiannya akan sangat mungkin lebih ganas untuk disaksikan.
Sick world. Ya dunia emang ngga lagi baik-baik saja. Bagaimana mungkin teknologi maju, kreativitas ide bertebaran, ilmu pengetahuan beserta pengajarnya melimpah, tapi tidak menjadikan kualitas masyarakatnya berakal, bermoral dan takut pada Tuhan yang maha kuasa?
Analoginya, seseorang yang sakit kanker dengan banyak gejala. Selama berbulan-bulan berobat untuk meminta obat terhadap gejalanya. Tapi tanpa tahu bahwa puncak penyakit nya adalah kanker, maka bagaimana ia akan kunjung pulih segera. Sementara yang dilakukan adalah mengobati 1 gejala - memunculkan 1 gejala lain. Ya, akar kankernya tetap ada.
Inilah pusat persoalannya. Jauh-jauh hari agama sudah menyodorkan konsep sempurna tentang pergaulan. Tentang sanksi jera untuk melindungi korban lain dan menebus dosa pelaku di dunia. (Tebusan : buku Sistem Pergaulan dalam Islam)
Sayang, Sekulerisme (dipisahkannya aspek agama dari kehidupan) Liberalisme lah yang terjadi. Ga heran, pengasuh pondok sekalipun bisa jadi pelaku. Itu sudah aturan main dari adanya sebuah sistem. Seberapapun baiknya seseorang akan kalah dengan kejahatan-kejahatan yang sudah membentuk sekumpulan singa, siap menerkam.
So, bandingannya juga harus Apple to Apple, bukan?
Langkah kecil yang bisa kita lakukan adalah bersuara. Bersuaralah walau sedikit. Agar yang salah tak semakin dinormalisasi.
0 comments