Sudah terhitung setahun COVID-19 mendiami bumi Indonesia. Sejak Maret 2020, dan kini masuk Juli 2021, jika dulu sama paniknya dengan sekarang, tetapi pergerakan virus di gelombang kedua ini jauh lebih menyeramkan. Gak banyak orang yang merasa takut, tapi kontradiktifnya ga sedikit juga orang yang selamat dari virus ini.
Eh bentar, kayanya kata "selamat" pun nggak bisa menjadi kata ganti untuk menggambarkan kita bisa aman dari pandemi ini. Ga ada sama sekali jaminan kita bisa terus aman. Sudah banyak banget korban yang positif baik bergejala maupun tidak bergejala. Di luar rumah ataupun yang dirumah aja. Tua maupun muda. Sehat atau sakit, kita semua gaada yang tau.
Sebelumnya aku mau cerita kalau sejak adanya pandemi covid-19 gelombang pertama, aku secara pribadi orang yang paling tegas protokol kesehatan di keluarga. Aku udah kayak satpam bergenre kanebo kering yang auto marah-marah setiap ada anggota keluargaku yang ga cuci tangan saat masuk rumah, dan saat apapun yang harusnya cuci tangan. Ganti masker selalu aku jadikan sindiran kalo masker hari kemarin dipakai lagi. Baju kalo udah dipake keluar rumah, ya harus ditaruh bak cuci, dan ganti baju yang bersih. Ini gelombang pertama, apalagi gelombang kedua.
Berdasar itu, aku nggak pernah nyangka kalau pada akhirnya aku menjadi salah satu orang dibalik cerita penyintas covid. Aku sama sekali nggak terfikirkan kalau ternyata Allah menguji wabah ini pada orang-orang yang aku sayangi.
-----
28 Juni 2021
Ahad malam Senin. Untuk pertama kalinya.. sebuah kabar menakjubkan yang ga akan pernah aku harapkan selama ada pandemi covid-19 di Indonesia. Sebuah pesan singkat dari om :
YaaAllah 😭😭 rasanya udah overthinking pikiran kemana-mana, langsung terlintas bagaimana para penyintas covid yang sudah-sudah, bahkan sampai meninggal.
Sejak saat itu kita nggak pernah berhenti berdoa dan optimis kalau om pasti bakal sembuh. Meski air mata ini ga bisa bohong, terus menerus menetes, rasanya ga kuat membayangkan, ga tega..
Diwaktu yang sama om yang di Bangkalan juga sakit. Gejalanya Persis seperti covid-19. Makin overthinking kemana-mana. Tapi Alhamdulillah beberapa hari setelahnya swab /pcr hasilnya negatif.
-----
29 Juni 2021.
Istrinya om yang di Banyuwangi positif covid-19 setelah menjalani swab dan PCR. Allah..
Hal ini mengharuskan mereka berada dalam satu rumah tapi berbeda kamar. Ada 3 kamar dimana satu kamar untuk Om, satu kamar untuk Ammah, dan satu kamar terakhir untuk kedua anaknya, Dek Azka (kelas 1 SMP) dan Dek Hanif (kelas 3 SD).
Betapa kasihannya adek-adek ku ini. Masih kecil harus menghadapi realita berpisah kamar dengan orangtuanya karena virus ini. Alhamdulillah dek Azka sudah termasuk cukup dewasa untuk seusianya mengurusi orangtuanya, mengambilkan apa yang dibutuhkan, dan mengkomunikasikan ke keluarga bagaimana kondisi mereka.
-----
1 Juli 2021.
Dapat kabar kondisi Om makin parah. Demam sampai mengigau. Mertuanya yang tinggal beda beda juga sangat rendah saturasi oksigennya.
-----
2 Juli 2021.
Seseorang yang udah seperti saudara, punya tempat spesial di hati ummi ; Bu Asti, Allah ambil untuk selama-lamanya. Anak keduanya, putri satu-satunya, teman aku dan adikku. Begitu tegar ia menghadapi takdir ini.
Beliau meninggal karena covid. Dan memang sudah dalam kondisi yang butuh penanganan khusus tapi alat medis tidak memenuhi.. Sangat kehilangan beliau.
-----
4 Juli 2021.
Om dibawa ke rumah sakit dengan ambulan, sebab sudah tak bisa ditangani jika isolasi mandiri di rumah. Keadaanya makin tak menentu, makin hari makin parah.
-----
5 Juli 2021.
Ummi tiba-tiba pusing dan lelah sehabis masak sarapan. Badannya sangat lelah sampai-sampai istirahat seharian dikamar. Jujur aku nggak pernah melihat ummi selemah ini. Ummi orang yang sangat kuat, sampai logikaku nggak nyampe untuk mencari tau menapa ummi sakit. Protokoler kesehatan pun sangat ummi jalankan. Nggak pernah kontak dengan siapapun. Jujur aku sedih banget. Disini ummi mulai nyuruh aku, adek dan Yangti jaga jarak dan tidak kontak fisik dahulu. Ummi demam dan suhunya naik jadi 37.0, kepala pusing, pandangan berat..
-----
6 Juli 2021.
Paginya jujur aku sangat bahagia ummi udah seperti biasa. Bahkan kelihatan segar bugar sekali setelah ngikutin anjuran ustadz Heru (alumnus kesehatan herbal Unair yang sudah menangani 350 penyintas covid di Banten dan sembuh, termasuk dipercaya ustadz Yasin Muthohar). Bahkan udah masakin kita soto, dll..
Eh siangnya dapat kabar bahwa mertua om (ibunya Ammah) masuk ICU karena ternyata saturasinya sangat rendah dan beliau positif covid-19.
Malamnya dapat kabar kalau kedua adik sepupuku disana (dek Azka dan dek Hanif) hasil PCR nya sudah keluar dan hasilnya keduanya positif..
YaaAllah ujian apa lagi 😭😭
Ummi nangis cerita ke Ammah di Bangkalan. Jujur aku nggak mengira ummi bakalan sesedih itu. Dibalik senyum dan nasehatnya, ummi punya rasa sedih yang mendalam.. Ummi kembali drop lagi. Malam itu sampai pagi hari full nggak keluar kamar.
-----
7 Juli 2021.
Pagi hari ummi tetap maksakan diri keluar kamar untuk bantu aku, Yangti dan adek masak. Padahal aku udah belanja dan aku bisa sendiri dengan bantuan Yangti. Tapi ummi benar-benar memaksa memotong sebagian bahan-bahan. Sampai akhirnya merasa capek dan istirahat full di kamar lagi.
Hari itu jadi hari yang benar-benar ummi nggak keluar kamar. Sedih karena aku nggak bisa tahu apa yang ummi benar-benar rasakan. Baru tahu kalo suhu badan ummi malam itu sampai 39° setelah Abi yang ngasih tau. Angka yang normalnya pasti udah masuk IGD :'(.
Benar-benar semalem itu lihat ummi yang terbaring lemah beberapa hari udah sangat nggak tega. Ga bisa berhenti nangis yaaAllah. Ga bisa ngebayangin apapun selain doa dan berusaha menyemangati ummi.
-----
8 Juli-9 Juli
Ummi belum juga membaik totalitas. Bahkan saat berjemur pagi cerita kalau badannya malah terasa kedinginan kalau berjemur. Kadang lemah, kadang kuat. Jadi gejalanya nggak mesti..
Betul-betul nggak tega dan ga kuat liat ummi begini..
Hari-hari itu jadi hari paling bersejarah dalam hidupku saat setiap waktu aku nggak bisa tahan air mata. Masih belum kering derai duka dari wafatnya Bu Asti, harus basah lagi dengan kabar memilukan dari Om. Setiap saat kembali iba saat lihat semburat di wajah Yangti yang selalu menangis tiap kali ingat wajah om, Ammah dan cucunya di Banyuwangi. Rumah kami selalu berselimut duka dan tak ada tawa di hari-hari itu. Hanya satu yang diharapkan : kabar baik bahwa mereka sembuh.
Ditambah ummi yang nggak pernah aku saksikan terbaring lemah seperti itu.. i know, mi.. ummi masih merasakan kehilangan orang tersayang.. yang bahkan disaat terakhir kalinya orang tersebut menutup mata, ummi belum sempat bertatap muka langsung..
I love u because Allah mi, cepet sehat ya.. Nisa rindu meluk ummi lagi, rindu memeluk ummi sehabis sholat dan saat ummi lagi masak di dapur..
liat ummi senyum lagi.